[blank h="30"] [/blank]

RS Islam Yogyakarta PDHI bersiap mensosialisasikan program teleradiologi ke berbagai layanan terkait. Menurut Kepala Unit Radiologi, Ali Rooin Masu’ul, S.Si, program teteradiologi adalah suatu program yang nanti akan berdampak luas bagi rumah sakit. Targetnya adalah untuk meniadakan film rontgen dan mengubah hasil radiologi berbentuk hardfile.

“Kita tinggal sosialisasi ke berbagai layanan. Targetnya tahun ini kita sudah tidak menggunakan film radiologi lagi dan diganti dengan sistem teleradiologi,” jelasnya.

Ali menjelaskan, teleradiologi adalah sebuah sistem sebagai pusat data yang mengubah semua hasil alat radiologi, baik itu alat rongen, alat panoramic atau gigi, CT Scan dan lainnya, menjadi file yang dapat di masukkan ke dalam sistem rumah sakit. Jika semua hasil radiologi tersebut sudah masuk ke pusat data, maka bisa dilihat di setiap klinik rawat jalan, UGD, atau pun di bangsal. “Harapannya, jika sudah masuk ke dalam sistem, maka di rawat jalan, klinik atau bangsal dapat melihat hasil tanpa harus menunggu filmnya,” katanya.

Sistem teleradiologi di rumah sakit ini akan memberikan dampak luar biasa bagi rumah sakit, yaitu akselerasi pelayanan dan efisiensi anggaran. Dari segi pelayanan, tereadiologi akan mempercepat proses pelayanan kepada pasien. Ali mencontohkan, pasien selesai di foto di radiologi maka kita akan merekonstruksinya, kemudian tinggal klik simpan dan upload. Data tersebut akan langsung masuk ke Sistem Informasi Manajeman (SIM) Rumah Sakit. “Jadi pasiennya belum sampai kembali ke bangsal, hasilnya sudah sampai sana dahulu,” terangnya.

Selain itu, sistem teleradiologi juga dapat memberikan dampak efisiensi bagi rumah sakit. Ali menjelaskan untuk kebutuhan pengadaan film untuk radiologi saja perbulan Rp. 25 sampai Rp. 30 juta. “Jadi dengan adanya sistem radiologi ini, dalam setahun kita rata-rata dapat melakukan penghematan sekitar Rp. 300 juta. Itu luar biasa angkanya,” katanya.

Menurut Ali, RS Islam Yogyakarta PDHI sendiri secara sistem sudah siap, begitu juga di layanan. Pihaknya tinggal mensosialisasikan sistem tersebut ke Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Ali berharap, jika hasil rongten sudah bisa disimpan di SIM RS, maka saat ingin konsul atau melihat hasil, kita tidak perlu lagi mencari-cari filmnya ke Radiologi. “Cukup mengakses file hasil foto tersebut di komputer atau smartphone di setiap layanan, UGD dan bangsal,” katanya.

Ali memberikan contoh, bila dokter bangsal ingin melihat hasil rontgen pasien maka tidak perlu lagi ke Radiologi. Hasilnya bisa dilihat secara cepat di SIM RS yang ada di bangsal, baik foto dan hasil bacaannya. Jika ingin konsul, bisa didownload dan dikirim via whatshapp atau email dan sebagainya. “Sistem Radiologi ini kita kembangkan sejak lama dan baru akan kita sosialisasikan sekarang,” katanya.

Sistem teleradiologi ini merupakan produk dari tim IT RS sendiri. Ali bersyukur rumah sakit memiliki IT yang handal dan mampu membuat sistem ini secara mandiri. Karena kalau beli ke pihak luar harganya bisa sampai 2 miliar. “Alhamdulillah, tim IT kita dapat mengembangkan sendiri sistem teleradiologi tersebut,” tukasnya.

Ali menjelaskan bagaimana sistem ini tercipta. Menurutnya, sistem teleradiologi ini merupakan penggabungan dari 2 disiplin ilmu, Radiologi dan IT. Pada awalnya unit Radiologi punya konsep, kemudian kita koordinasikan ke IT dan kita tindaklanjuti secara terus menerus sehingga menjadikan sebuah sistem yang kita gunakan sekarang. “Harapannya kita dapat melakukan percepatan layanan dan efisiensi anggaran,” jelasnya.