RS Islam Yogyakarta PDHI bersiap
mensosialisasikan program teleradiologi ke berbagai layanan terkait. Menurut Kepala
Unit Radiologi, Ali Rooin Masu’ul, S.Si, program teteradiologi adalah suatu
program yang nanti akan berdampak luas bagi rumah sakit. Targetnya adalah untuk
meniadakan film rontgen dan mengubah hasil radiologi berbentuk hardfile.
“Kita tinggal sosialisasi ke berbagai layanan.
Targetnya tahun ini kita sudah tidak menggunakan film radiologi lagi dan
diganti dengan sistem teleradiologi,” jelasnya.
Ali menjelaskan, teleradiologi adalah
sebuah sistem sebagai pusat data yang mengubah semua hasil alat radiologi, baik
itu alat rongen, alat panoramic atau gigi, CT Scan dan lainnya, menjadi file
yang dapat di masukkan ke dalam sistem rumah sakit. Jika semua hasil radiologi
tersebut sudah masuk ke pusat data, maka bisa dilihat di setiap klinik rawat
jalan, UGD, atau pun di bangsal. “Harapannya, jika sudah masuk ke dalam sistem,
maka di rawat jalan, klinik atau bangsal dapat melihat hasil tanpa harus
menunggu filmnya,” katanya.
Sistem teleradiologi di rumah sakit ini
akan memberikan dampak luar biasa bagi rumah sakit, yaitu akselerasi pelayanan
dan efisiensi anggaran. Dari segi pelayanan, tereadiologi akan mempercepat
proses pelayanan kepada pasien. Ali mencontohkan, pasien selesai di foto di
radiologi maka kita akan merekonstruksinya, kemudian tinggal klik simpan dan
upload. Data tersebut akan langsung masuk ke Sistem Informasi Manajeman (SIM) Rumah
Sakit. “Jadi pasiennya belum sampai kembali ke bangsal, hasilnya sudah sampai
sana dahulu,” terangnya.
Selain itu, sistem teleradiologi juga
dapat memberikan dampak efisiensi bagi rumah sakit. Ali menjelaskan untuk kebutuhan
pengadaan film untuk radiologi saja perbulan Rp. 25 sampai Rp. 30 juta. “Jadi dengan
adanya sistem radiologi ini, dalam setahun kita rata-rata dapat melakukan
penghematan sekitar Rp. 300 juta. Itu luar biasa angkanya,” katanya.
Menurut Ali, RS Islam Yogyakarta PDHI
sendiri secara sistem sudah siap, begitu juga di layanan. Pihaknya tinggal mensosialisasikan
sistem tersebut ke Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP). Ali berharap, jika
hasil rongten sudah bisa disimpan di SIM RS, maka saat ingin konsul atau
melihat hasil, kita tidak perlu lagi mencari-cari filmnya ke Radiologi. “Cukup mengakses
file hasil foto tersebut di komputer atau smartphone di setiap layanan, UGD dan
bangsal,” katanya.
Ali memberikan contoh, bila dokter
bangsal ingin melihat hasil rontgen pasien maka tidak perlu lagi ke Radiologi. Hasilnya
bisa dilihat secara cepat di SIM RS yang ada di bangsal, baik foto dan hasil
bacaannya. Jika ingin konsul, bisa didownload dan dikirim via whatshapp atau
email dan sebagainya. “Sistem Radiologi ini kita kembangkan sejak lama dan baru
akan kita sosialisasikan sekarang,” katanya.
Sistem teleradiologi ini merupakan produk
dari tim IT RS sendiri. Ali bersyukur rumah sakit memiliki IT yang handal dan
mampu membuat sistem ini secara mandiri. Karena kalau beli ke pihak luar
harganya bisa sampai 2 miliar. “Alhamdulillah, tim IT kita dapat mengembangkan
sendiri sistem teleradiologi tersebut,” tukasnya.
Ali menjelaskan bagaimana sistem ini
tercipta. Menurutnya, sistem teleradiologi ini merupakan penggabungan dari 2
disiplin ilmu, Radiologi dan IT. Pada awalnya unit Radiologi punya konsep,
kemudian kita koordinasikan ke IT dan kita tindaklanjuti secara terus menerus sehingga
menjadikan sebuah sistem yang kita gunakan sekarang. “Harapannya kita dapat
melakukan percepatan layanan dan efisiensi anggaran,” jelasnya.