Oleh: Rifda Latifa, S.Farm, Apt. Apoteker RSIY PDHI Yogyakarta

Tekanan darah merupakan salah satu tolok ukur kondisi fisik seseorang, yang sebaiknya diukur rutin tiap bulan. Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Yang jadi pertanyaan, kapan terakhir melakukan pengecekan tekanan darah? Apakah sudah rutin? Berapakah tekanannya?

Tekanan darah dibuat dengan dua ukuran, misalnya 120/80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah ketika istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring, tenang, dan tidak sedang berbicara. Apabila pemeriksaan tekanan darah dilakukan setelah olah raga atau setelah berlari/ naik tangga tentu akan menghasilkan tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini merupakan sesuatu yang normal, sebagai bentuk dari keseimbangan fisiologis tubuh manusia.

Menurut JNC VIII (The Joint National Committee), tekanan darah dikatakan normal apabila tkurang dari 130/85 mmHg, dan dikatakan normal tinggi bila tekanan darah sistole 130-139 mmHg atau tekanan darah diastole 85-89mmHg. Di Indonesia kelompok orang dengan tekanan darah normal tinggi disebut sebagai prehipertensi. Kelompok ini tidak perlu mendapatkan terapi obat-obat antihipertensi tetapi perlu memperbaiki gaya hidup agar tekanan darah dapat dikontrol. Tekanan darah yang meningkat melebihi normal disebut dengan hipertensi.

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi disebut sebagai the silent killer (pembunuh dalam diam) karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak, mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer. Jika tidak dikendalikan, maka akan berhadapan dengan risiko serangan jantung, stroke, hingga gagal jantung.

Riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan pada tahun 2018 menyatakan estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar  8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian paling besar adalah jumlah hipertensi yang tidak rutin minum obat.

Alasan terbesar penderita hipertensi tidak rutin minum obat berdasarkan penelitian adalah karena merasa sehat yaitu dengan prosentase 59,8%. Selain itu, Banyak juga pasien hipertensi yang mengira bahwa obat-obatan yang mereka gunakan saat ini tak memberikan cukup perbaikan pada tekanan darah mereka sehingga sering kali memilih untuk tidak meminumnya, atau mengutak-atik resepnya sendiri. Lantas, apakah boleh bila berhenti atau melewatkan minum obat hipertensi jika sudah merasa baikan?

Obat hipertensi ditujukan untuk membuat tekanan darah terkontrol. Yang termasuk obat-obat hipertensi antara lain captopril, lisinopril, valsartan, candesartan, amlodipine, hidroclorotiazid, dll. Obat-obat ini mempunyai mekanisme kerja yang berbeda-beda, ada yang bekerja di jantung, pembuluh darah atau mengatur keseimbangan cairan tubuh. Dokter akan meresepkan obat sesuai dengan kondisi pasien. Jenis obat dan dosis obat bersifat individu bagi pasien tersebut. Meskipun dalam satu keluarga sama-sama menderita hipertensi, bisa jadi terapi obat yang didapatkan berbeda. Pasien sebaiknya patuh menggunakan obat sesuai instruksi pengobatan, agar mendapatkan hasil yang optimal. 

Lalu apakah harus minum obat hipertensi seumur hidup? Bisa jadi, seseorang yang terdiagnosa hipertensi tidak butuh lagi minum obat tekanan darah tinggi, tapi dengan catatan tekanan darah memang berada dalam batas normal dan selalu stabil. Hal ini biasanya dapat tercapai jika benar-benar menerapkan pola hidup yang sehat, dari olahraga rutin, mengatur makanan, dan menurunkan berat badan. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus, terkadang menjalani pola hidup yang sehat tak cukup membuat tekanan darahnya terkendali – melainkan hanya membantu menurunkannya saja. Maka itu, kebanyakan orang dengan hipertensi masih butuh minum obat pengendali tekanan darah tinggi.

Obat dan perubahan gaya hidup dapat membuat perbedaan besar dalam mengelola hipertensi. Namun, nyatanya kombinasi dari kedua faktor inilah yang bekerja efektif, bukan hanya perubahan gaya hidup semata. Tidak semua kasus hipertensi atau tekanan darah tinggi perlu diobati, kadang cukup dengan perubahan gaya hidup. Namun jika dokter sudah memberikan obat, maka harus diminum secara rutin sebab jika tidak diminum, maka malah akan meningkatkan faktor resiko penyakit yang lain. Fungsi obat hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah tetapi juga mencegah timbulnya komplikasi jangka panjang. Risiko ini sering tidak disadari oleh pasien, sehingga sering menghentikan pengobatan saat gejalanya sudah tidak terasa.

Mengelola tekanan darah adalah komitmen seumur hidup. Membutuhkan waktu, kesabaran, dan ketekunan perawatan oleh diri pasien sendiri dan keluarga terdekat sebagai penyemangat dan pendukung pasien. Yang penting adalah selalu berkonsultasi dengan dokter dan mengikuti setiap petunjuk dan saran yang diberikan. Rasa bosan karena setiap hari harus mengkonsumsi obat terus menerus pasti akan datang, namun jadikan minum obat sebagai suatu usaha untuk menjaga diri karena lebih banyak keuntungan dari khasiat obat bagi diri pasien dibanding bila tidak mengkonsumsinya. Dengan menjaga tekanan darah tetap dalam rentang stabil, termasuk juga melindungi dan menjaga jantung dan pembuluh darah dari kerusakan dan risiko komplikasi. Bahkan saat tekanan darah normal dan merasa  baik-baik saja, jangan berhenti minum obat dan jangan kurangi dosisnya.

Untuk itu, penting bagi tiap individu untuk melakukan kontrol pada dirinya sendiri. Mulai berhenti merokok, menjaga diet sehat, rajin berolah raga, dan pintar mengelola stres. Selain itu juga melakukan cek kesehatan, melakukan pengukuran tekanan darah secara berkala, dan mencegah serta mengendalikan tekanan darah supaya tetap stabil. Dan yang tidak kalah penting adalah kita harus selalu berdoa, agar jiwa dan tubuh kita selalu sehat. Dimuat di Harian Republika, Rabu, 20 November 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *